Bona ni Pinasa ma hasangkotan ni Jomuran, Tung aha pe dijama hamu, sai tong ma dalan ni Pasu-pasu.

Bona ni Pinasa = Pohon Nangka. Bona ni Pinasa = Tempat Asal, Tempat Kelahiran atau Tanah Air

Pinasa (Nangka) sering ditanam sekitar rumah sekitar kampong serta diladangan. Kayunya harum,buahnya enak dan ranum. Daunnya sering dibuat alas beras dalam periuk ditanank sehingga nasi tidak berkerak. Babalnya dapat dibuat menjadi makanan sedap yang dicampur dengan garam dan cabai, daun papaya yang rasanya kelat sedikit pedas, asin dan pahit.

Karena dalam sebuah nangka biji buahnya banyak dapat dibagi-bagikan kepada anggota keluarga dan seisi kampong. Kalau buah nangka yang tidak terpelihara jika busuk sedikit maka seluruh isi buah akan busuk dan buah lainpun akan ikut busuk. Sebabnya Nangka itu harus dijaga dan dipelihara baik-baik. Apabila ada orang tua yang sudah ujur meninggal dunia atau SAUR MATUA maka pohon Nangka itulah yang ditebang menjadipeti mati bagi orang yang meninggal tersebut.Akhirnya pohon Nangka yang menjadi peti mati akan bersatu dengan orang yang menanam Nangka tersebut.

Bona ni Pinasa dalam arti kehidupan orang Batak adalah tempat kelahiran atau Tanah Air. Mengapa pohon Nangka ini dibuat Batak Toba menjadi acuan tempat asal, tentu ada hal yang menarik didalamnya. Tempat asal atau tanah Air dicontohkan dari pohon Nangka,tidak obahnya seperti perjalanan hidup pohon Nangka tersebut. Tempat asal usul tentu ada pahit getirnya seperti BABAL (sera-sera), ada manisnya seperti buah yang harum dan dapatdibagi-bagi. Kehidupan hendaknya merata jangan ada yang timpang seperti nasi yang dimasak dengan bantuan daun nangka tidak menimbulkan kerak.

Orang yang berasal dari tempat asal itu jangan ada yang berkelakuan tidak baik, karena yang lain akan ikut busuk seperti buah Nangka yang busuk. Dan akhirnya setiap orang yang berasal dari Bona ni Pinasa akan bersatu dengan tempat asal usulnya atau tanah airnya. Sebab itu setiap orang yang berasal dari tempat asalnya atau tempat kelahirannya atau tanah airnya adalah merupakan kewajiban baginya untuk memperhatikan,mencintai dan membangun tempat asal tersebut, karena akhirnya seseorang itu akan bersatu kembali dengan asal usulnya.

Bagaimanapun pahit getirnya dan harum manisnya tempat asal usul seseorang itu adalah tetap menjadi milik orang yang berasal dari Bona ni Pinasa. Adalah merupakan kewajiban bagi Batak Toba untuk mencintai dan memperhatikan asal usul dan tempat asalnya. Hujan emas di Negeri orang, hujan batu di Negeri kita. Kira-kira demikianlah pengertian Bona ni Pinasa bagi Batak Toba

Dalihan Na Tolu Ditinjau dari Perspektif Antropologi

Abstrak  : 

Dari sekian banyak identitas dalam suku Batak (Toba), satu konsep yang paling terkenal dan masih dipertahankan di tengah arus globalisasi saat ini adalah konsep “dalihan na tolu”. Dalihan Natolumerupakan sebuah konsep yang dapat menjaga kerukunan masyarakatnya, dengan berdasar pada nilai gotongroyong / kebersamaan, kekerabatan yang dilandasi dengan kasih sayang.

Dalihan na tolu terdiri dari 3 (tiga) unsur yakni; dongan sabutuha, boru, hula-hula. Ketiga unsur ini memiliki fungsi dan peran yang saling berhubungan satu sama lain, ini menjadi landasan interaksi masyarakat dalam menentukan kedudukan, hak dan kewajiban masyarakat serta dapat mengendalikan tingkah laku masyarakat dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi sehari-hari.

Kata kunci : identitas, hubungan kekeluargaan, hak-kewajiban.


I. Pengantar
Indonesia merupakan Negara kepulauan terdiri dari berbagai macam etnik dengan adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Adat istiadat bagian dari budaya merupakan modal sosial-kultural dalam menjaga keselarasan hidup bermasyarakat. Keberanekaragaman etnik tersebut terdiri dari kelompok-kelompok yang masing-masing memiliki adat dan budaya (custom and culture) yang berperan sebagai pedoman/penuntun dalam mengisi kehidupan mereka.

Adat (custom and tradition) dapat dijelaskan sebagai pola atau patron yang menggambarkan kebiasaan masyarakat yang bermukim di wilayah tertentu dalam melakukan interaksi sosial serta menjalankan kehidupan sehari-hari. Adat berisikan aturan-aturan informal, tata cara dan system komunikasi yang bersifat mengikat dan secara keseluruhan dijadikan prinsip dalam menciptakan kehidupan yang teratur bagi warganya.

Diantaranya keberagaman etnik tersebut terdapat etnik Batak (Toba) di Propinsi Sumatera Utara yang memiliki adat-istiadat sebagai potensi bagi kerukunan bermasyarakat. Salah satu adat-istiadat yang dimiliki etnik Batak adalah dalihan na tolu, sebagai falsafah hidup masyarakat yang utuh dan diikat oleh aturan main yang rapi dan selalu ditaati, yang hingga saat ini masih dijalankan oleh masyarakatnya.

Adat-istiadat merupakan tata kelakuan yang diteruskan secara turun temurun kepada generasi mengenai apa yang dianggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman dalam bertingkahlaku dalam masyarakat.

Dalam masyarakat batak toba dikenal konsep Dalihan na tolu sebagai unsur budaya. Dalihan Na Tolu ini merupakan sesuatu yang bernilai, berharga, dan penting dalam hidup sehingga masih diturunkan ke generasi berikutnya. Dalam hal ini, antropologi sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan akan mencoba melihat dalihan na tolu dari sudut pandang disiplin ilmu antropologi.

Antropologi adalah disiplin ilmu pengetahuan yang mengkaji manusia secara holistic. Secara holistic artinya dalam mengkaji manusia itu secara keseluruhan dari aspek kehidupannya.
  

II. Apa itu dalihan na tolu ?

Dalihan na tolu secara harfiah diartikan sebagai tungku yang terdiri dari tiga penyangga. Secara etimologi berarti merupakan suatu tumpuan yang komponen (unsur) nya terdiri dari 3 (tiga). Ketiga komponen ini disusun dengan besar, tinggi dan jarak yang sama sehingga mempunyai keseimbangan dan saling menopang.

Dalihan na tolu bagi masyarakat Batak (Toba) merupakan struktur yang memegang peranan yang penting dalam menetapkan keputusan-keputusan serta mengatur keselarasan hidup masyarakat Batak. Falsafah hidup dalihan na tolu di lingkungan etnik Batak dikenal dengan adanya sistem marga sesuai dengan adat patrilineal yang dianut masyarakat Batak. System marga ini merupakan identitas orang-orang yang mempunyai garis keturunan yang sama menurut ayah. Sistem marga-marga dalam budaya Batak selain sebagai identitas diri juga berfungsi sebagai pengikat tali persaudaraan yang kuat dalam melakukan interaksi antar sesama.

Dalihan natolu mempunyai aturan yang telah disepakati secara adapt. Salah satu aturan dalihan na tolu adalah dilarang kawin semarga (Incest). Adat dalihan na tolu ini masih bertahan mengikuti zaman. Berkembangnya arus globalisasi tidak menjadi penghalang bagi adat dalihan natolu untuk diterapkan dalam membina hubungan antar sesama, namun berkembangnya arus globalisasi turut berperan dalam mengembangkan adapt dalihan natolu. Dalihan na tolupun berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.


III. Dalihan na tolu Sebagai Hubungan Kekeluargaan


Dalihan na tolu merupakan struktur masyarakat Batak (Toba) dan menjadi lambang sistem social. Dalihan na tolu membagi masyarakat ke dalam tiga kelompok atau komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Ketiga kelompok atau komponen tersebut terdiri dari dongan sabutuha, boru, hula-hula.

Dongan sabutuha awalnya adalah orang/kelompok yang sedarah (yang lahir dari perut yang sama) atau jika diterjemahkan perkata adalah teman seperut (lahir dari perus yang sama). Dalam perkembangan selanjutnya dongan sabutuha diidentikkan kepada semua orang yang mempunyai marga yang sama (semarga). Didalam paradatan (acara adat) atau dalam bermasyarakat, dongan sabutuha biasanya (harus) sependapat, sepenanggungan sebagai saudara kandung, baik senang (pesta) dan susah (hutang). Awalnya dongan sabuha tinggal sekampung (huta), sehingga mereka lebih sering bersama-sama dalam mengerjakan urusan adat, maupun sosial, misalnya dalam hal gotong-royong, mengawinkan anak. Meski sekarang sudah menunjukkan pergeseran-pergeseran nilai, terutama bagi yang hidup dikota-kota besar.

Boru bagi masyarakat Batak (Toba) adalah anak perempuan. Boru juga merupakan seorang/kelompok yang dapat atau yang mengambil isteri dari kelompok hula-hula. Adapun yang masuk pada kelompok atau komponen boru antara lain; suami anak perempuan dan anak-anaknya, orang tua suaminya dan dongan sabutuha suaminya. Boru merupakan orang/kelompok yang sangat dicintai, tapi tidak ikut menjadi pewaris orang tuanya (zaman dahulu, jika borunya menikah, akan diberi sebidang tanah (ulos naso olo buruk).

Dalam pesta adat perkawinan (misalnya, perkawinan iparnya-lae atau adik atau abang istri) borulah yang ditugaskan menyayang dagu pihak hula-hula seraya menyampaikan bagian (jambar) menurut letak kedudukan dalam dalihan na tolu.

Hula-hula adalah pihak yang memberi pengantin perempuan. Dongan sabutuha (orang tua penganti perempuan ) menjadi hula-hula bagi pihak pengantin laki-laki. Hula-hula terdiri dari; pihak mertua dan golongan semarganya, paman (tulang-saudara laki-laki dari ibu). Bagi masyarakat Batak (Toba) jika, putri paman (tulang) dinikahi oleh pihak boru merupakan suatu kebanggaan bagi kedua pihak. Hal merupakan perkawinan ideal bagi orang Batak (Toba) dari dulu sampai sekarang. Perkawinan demikian disebut dengan kawin pariban. 

Dalam acara adat atau acara lainnya, pihak hula-hula sangat dihormati, mereka dianggap sebagai matahari kemuliaan karena dari merekalah pihak boru mendapat berkah.


IV. Hak Dan Kewajiban Unsur Dalihan Natolu.

Setiap unsur dalam adat Dalihan Na Tolu mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda. Hak dan kewajiban ini sesuai dengan kedudukan atau status mereka ketika duduk sama dalam menyelesaikan persoalan atau dalam hal pengambilan keputusan. Artinya dongan sabutuha mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda dengan boru dan hula-hula. Walaupun secara relative kedudukan ini tidak mutlak disetiap kesempatan, karena bisa saja pada suatu waktu kelompok dongan sabutuha menjadi kelompok boru ataupun kelompok hula-hula dan sebaliknya.

Adapun hak dan kewajiban dalihan na tolu menerapkan pola tritunggal yakni, bahwa pihak hula-hulalah yang memberikan pertimbangan, masukan-masukan, dan nasihat-nasihat, sedangkan pihak dongan tubu atau dongan sabutuha sebagai tuan rumah yang menyadiakan semua keperluan, dan pihak boru yang berperan sebagai parhobas (pelayan atau pekerja).

Dongan Sabutuha
Dongan sabutuha mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda dengan dua unsur dalihan na tolu yang lain. Dongan sabutuha (yang lahir dari perut yang sama) mempunyai sifat seperasaan, senasib dan sepenanggungan yang menjadikan dongan sabutuha ini menjadi seia sekata dalam menentukan keputusan dalam berbagai persoalan yang terjadi dalam kegiatan sehari-hari. Dongan sabutuha secara umum mempunyai kewajiban dalam menyelesaikan setiap masalah yang timbul diantara orang-orang yang bersaudara.

Boru
Boru (anak perempuan) terdiri atas suami anak perempuan, anak-anaknya serta orang tua suami dan dongan sabutuha suaminya. Boru ini berhak atas kasih sayang pihak dongan sabutuha yang menjadi hula-hula dari boru dan orang Batak juga pada umumnya mencintai pihak boru. Disamping punya hak, pihak boru juga punya kewajiban dalam mendukung setiap pekerjaan yang dilakukan oleh pihak hula-hulanya.

Hula-hula
Hula-hula (Pemberi Pengantin Perempuan) terdiri atas semua dongan sabutuha orang tua pengantin perempuan. Ini bukan saja hanya pihak mertua dan golongan semarganya, tetapi juga tulang (paman), yakni saudara-saudara ibu


Fungsi Dalihan Na Tolu
Dalihan na tolu mempunyai fungsi dalam menentukan hubungan masyarakat yang berinteraksi dalam artian apakah dia sebagai dongan sabutuha, boru, ataupun hula-hula. Hal ini juga penting dalam mengatur tata komunikasi atau tutur sapa.

Dalihan na tolu juga berfungsi menentukan kedudukan, hak dan kewajiban masyarakat. Fungsi dari ketiga unsur diuraikan seperti dibawah ini;
Pertama, hula-hula berfungsi untuk memberikan petuah, nasihat, bahkan diyakini sebagai pemberi berkat. Hula-hula ini berkedudukan lebih terhormat dari unsur yang lain

Kedua, dongan tubu atau dongan sabutuha berfungsi sebagai tuan rumah yang menyediakan bukan melayani keperluan kegiatan atau acara.
Ketiga, boru berperan sebagai pelayan (parhobas) dalam acara adat maupun acara lainnya (misalnya, gotong-royong).

Fungsi Dalihan Na Tolu juga mengatur dan mengendalikan tingkah laku seseorang dalam kehidupan sosial masyarakat Batak (Toba). Pengaturan atau pengendalian itu didasarkan pada pola perilaku terhadap tiga unsur dalihan na tolu, yakni somba marhula-hula “hormat kepada pihak pemberi istri”, elek marboru “membujuk kepada pihak penerima istri, dan manat mardongan tubu “hati-hati kepada teman semarga”. Hal inilah yang mengendalikan pola bertingkah laku masyarakat Batak (Toba) sehingga setiap orang Batak bertemu, dia akan mempraktekkan pola bertingkah laku itu.


Referensi :
  • Siahaan, Nalom. 1982. Adat Dalihan Na Tolu: Prinsip dan Pelaksanaanya. Jakarta: Penerbit Grafina
  • Sibarani, Robert. 2005. Peranan Dalihan Na Tolu Etnik Batak Toba Dalam Merekat Kesatuan Bangsa. hal 42-56. Medan: Media Forkala SU.

Tahul-tahul alias Kantong Semar

Tahul-tahul alias kantong semar dengan bahasa latinnya Nepenthes spp; sering kita temukan pada perjalanan ke Batuharang di desa Lumban ina-ina Kecamatan Pagaran, ditepi atau dipinggir jalan menuju batuharang ataupun ladang lainnya dan juga di daerah lainnya pasti pernah menemukan atau melihatnya. Di daerah Humbahas tumbuhan ini juga banyak ditemukan, mis.: Silaban rura, Pakkat Sitio-Tio, Sosor Gonting, Bakara, dan Dolok Sanggul.

Pada masa kecil dulu tumbuhan ini tidak memiliki manfaat apa-apa cuma sekedar bisa dibuat mainan pelipur lara pada saat capek diperjalan. Apabila kita ingin membasmi semut, lalat, dan kecoak di rumah? Pelihara saja kantong semar. Tanaman pemangsa serangga ini agaknya menjadi cara alami yang ampuh membasmi semua serangga pengganggu, sekaligus mempercantik rumah dengan penampilannya yang unik. Nepenthes sangat unik karena berbeda dengan tanaman hias yang sering dijadikan koleksi. Bukan tanpa alasan jika tahul-tahul begitu sebutan di sebagian Sumatera - digemari. Penampilan tanaman pemakan serangga itu memang impresif. Dari ujung daun, keluar kantong yang punya bentuk dan corak beragam. Tanaman yang termasuk dalam golongan carnivorous plant (tumbuhan pemangsa) ini bersama amorphophallus, rafflesia, dan lainnya dikategorikan sebagai tanaman hias unik nan cantik.


Kantong semar tergolong ke dalam tumbuhan liana (merambat), berumah dua, serta bunga jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda. Tumbuhan ini hidup di tanah, ada juga yang menempel pada batang atau ranting pohon lain sebagai epifit.

Keunikan dari tumbuhan ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna kantongnya. Sebenarnya kantong tersebut adalah ujung daun yang berubah bentuk dan fungsinya menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya.
 
Nepenthes memang belum sepopuler tanaman hias lainnya seperti anggrek, mawar, dan sebagainya. Walaupun, namanya sudah dikenal di mancanegara bahkan beberapa negara telah berhasil membudidayakan, seperti Thailand dan Belanda, dan telah mendapatkan devisa yang cukup besar dari nepenthes, dinegeri asalnya Indonesia tanaman pemangsa ini, keberadaannya tidak ada yang memperhatikan, sayang sekali ternyata kita belum begitu perhatian dengan potensi daerah kita.

Dolok (Bukit) Batu Harang

Dolok (Bukit) Batu Harang merupakan hamparan batu besar yang ada di Kecamatan Pagaran dan menjadi perbatasan Kabupaten Tapanuli utara (Taput) dan Kabupaten Humbang Hasundutan, merupakan sumber utama bahan material berupa batu cadas. Sementara itu, fenomena pemecah batu baik tradisional maupun modern merupakan pemandangan yang mengasikkan di sepanjang Jalan Propinsi Kecamatan Lintong Nihuta dan persis di kaki lereng perbukitan batu harang.

Pola menambang masih tradisional dan peralatannya pun sangat sederhana. “Hanya ini peralatan yang kami gunakan, cukup menggunakan linggis (sejenis tuas pencongkel, red). Jika batunya kebesaran di pecah dengan martil besar, lantas serpihan batu dikumpul dengan menggunakan garpu ini,” ujar Pak Ramly Nababan, seorang penambang, warga Desa Sipultak Induk, Kecamatan Pagaran, Taput, ketika ditemui di lokasi penambangan.
 
Menambang tradisional membutuhkan tekhnik khusus, dan bukan sembarang orang dapat melakukannya. Bila tidak hati-hati, nyawa bisa melayang.  “Jadi teknik menambang batu harus menguasai trik-trik khusus. Bila tidak resikonya bisa tertindas batu yang terhempas dari puncak bukit,” imbuh Pak Ramly seraya memberitahukan bahwa belum lama ini, seorang penambang yang lalai mengalami luka serius. Ia menambahkan, bahwa melakukan penambangan batu yang terbaik adalah pada saat hujan namun tidak deras. Karena kaki penambang menyatu dengan tanah dan tidak mudah tergelincir.

Ia menuturkan, pekerjaan menambang batu tidak bisa dilakukan satu orang. Melainkan dengan kerja kelompok, yang terhimpun dalam wadah koperasi penambang, hasil bentukan pekerja. “Semua penambang bekerja berkelompok layaknya seperti tim, namun dalam satu wadah koperasi yang dibentuk oleh penambang. Pembagian juga harus setara. Artinya, jika bahan kelompok yang satu kosong, akan diarahkan kepada kelompok lain,” paparnya sembari menyebutkan kalau biasanya permintaan batu meningkat bila musim proyek pemerintah tiba.

Soal harga, sesuai klasifikasi. Tergantung besar kecilnya batu. Harga terendah Rp 120 ribu. Sedangkan batu kecil bercampur tanah sekitar Rp 75 ribu, dengan satuan per 3 kubik. Tiga kubik dimaksud adalah standart pengisian truck jenis cold diesel, yang lazim digunakan guna mengangkut batu.

Pak Ramly bercerita, penambangan tersebut dibuka sekitar tahun 1985, oleh masyarakat setempat yang tinggal di sekitar lereng perbukitan. Agar transfortasi lancar ke lokasi yang jaraknya sekitar 1,3 KM, masyarakat sekitar bergotongroyong dengan swadaya. “Lokasi ini, statusnya hak ulayat, jadi semua masyarakat di sekitar sini  memiliki hak yang sama melakukan penambangan batu,” katanya.

Awalnya, ketika penambangan baru dibuka, permintaan batu tambang, jenis batu putih cukup tinggi. Harganya dua kali dari harga batu cadas. Jenis batu putih ini dibutuhkan untuk bahan campuran keramik dan diangkut ke pabrik di daerah Medan. Fungsi lainnya, menurut Pak Ramly, bisa digunakan untuk bahan campuran pakan ternak.

Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara melalui Dinas Pertambangan, sering melakukan penelitian dengan mengambil sample jenis bebatuan. Masyarakat disana menanggapinya dengan senang dan gembira karena merasa akan ada angin segar yang nantinya akan merubah taraf kehidupan mereka. “Aparat Dinas Pertambangan Taput sering melakukan penelitian batu di daerah ini. Namun sampai saat ini, hasil penelitian tersebut belum berdampak kepada kami penambang. Itu bukan sekali tetapi sudah berkali-kali,” ujarnya Pak Ramly.
 
Note : Letak Batuharang ini berada / dikelilingi oleh beberapa Desa, siantaranya : Desa Lumbanina-ina, Sipultak, Nagasaribu s/d lintongnihuta.
 

Lapatan / Makna ni Suratan “BATAK”


BATAK

Batangi unang munsat, tuhe unang pinda, junjungan Mulajadi
Asalmu ingot dohot sipirnitondi
Tarombon pa hot, padan ihot-ihot
Adatmu hot songon dalihan na tolu
K(H)atiha sora munggal, ninggala sibola tali


Note : Tulisan batak tidak mengenal aksara k dalam penulisan, hanya dalam pengucapan/membaca.
Adapun makna dari ungkapan diatas adalah :


Batangi unang munsat, tuhe unang pinda, junjungan Mulajadi :
Pola hidup orang batak itu mempunyai gambaran yang jelas, tegas dan tetap, tidak berubah-ubah. Orang batak dikenal sangat kuat berpegang/setia pada patokan hidup yang telah ditetapkan yang merupakan petunjuk dalam melakukan segala kehidupan/adatnya.
Orang batak juga percaya bahwa dalam menjalankan pola hidup tersebut, Tuhan tetap harus dinomor satukan dan merupakan junjungannya.

Asalmu ingot dohot sipirnitondi :
Orang batak sangat dan harus selalu ingat akan asalnya/kampung halaman serta sawah-ladangnya yang telah memberi mereka kekuatan dan keteguhan hati dalam menempuh kehidupan.

Tarombon pa hot, padan ihot-ihot :
Setiap orang batak harus tahu susunan tarombo/silsilahnya yang sebenar-benarnya, tidak dibuat-buat dan kedudukannya dalam adat. Dia akan dinyatakan terhormat jika dia dapat menempatkan dirinya sesuai dengan kedudukan dan posisinya dalam suatu silsilah.
Tarombo/silsilah adalah mengikat dalam suatu garis keturunan walaupun tidak terlalu keras namun padan/janji setia adalah sangat mengikat dan sangat jarang orang batak yang mau/berani melanggarnya secara sadar.

Adatmu hot songon dalihan na tolu :
Dalam seluruh kehidupan bermasyarakat, orang batak mengenal tiga asas yang sangat penting dan harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu dalihna na tolu. Asa in sangat memungkinkan seseorang untuk bisa mengerti keadaan orang/pihak lain dan mampu melihat sesuatu sesuai dengan sudut pandang orang/pihak lain sehingga setiap tindakan dan/atau keputusan yang diambil selalu berdasarka pertimbangan yang sangat bertanggung jawab dan beralasan.

K(H)atiha sora munggal, ninggala sibola tali :
Orang batak harus berani menegakkan keadilan yang betul betul berpihak pada kebenaran yang sejati. Tidak curang dan melakukan kezaliman.
Apapun yang terjadi, bagaimanapun kehidupan dalam bermasyarakat, orang batak harus memberikan gambaran/jalur yang jelas, transparan dan lurus/jujur akan kebenaran/keadilan hidup.

Sumber : http://sihombingfamily.blogspot.com/2007/03/crackdown-on-zimbabwes-mdc.html

Bona ni Pinasa suatu Lambang Perikehidupan


Bagi suku bangsa Batak, istilah Bona ni Pinasa bukanlah suatu hal yang baru. Terjemahan dalam bahasa Indonesia maka artinya adalah “pohon nangka”. Bila terdengar dalam suatu kalimat berbahasa batak arti Bona ni Pinasa tak lain adalah sebuah perumpamaan yang melambangkan “Huta Hatubuan” atau kampung tempat kita dilahirkan.

Dari sekian banyak jenis pohon kenapa para leluhur suku bangsa batak harus menggunakan pohon nangka sebagai salah satu simbol dalam kehidupan sehari-harinya. Hal Inilah dipercaya membuat orang-orang keturunan Batak yang berada di tanah perantauan bahkan diseluruh dunia akan selalu ingat jati dirinya.

Ada beberapa arti yang tersirat di dalamnya yaitu antara lain :
  1. PERTAMA, bila kulit pohon dilukai, digeret atau ditebas maka akan mengeluarkan getah yang berwarna putih dan akan mengalir terus memanjang ke bawah selama ia masih ada. Diumpakan terhadap keluarga dan keturunan orang Batak yang berada di perantauan dimana pun ia berada bila diurutkan tarombo (silsilah) akan tetap terhubung dan akan ingat kampung halaman. 
  2. KEDUA, dalam satu buah nangka yang utuh terdapat buah dalam jumlah banyak dan terpisah oleh sekat-sekatnya. Dalam daging buah terdapat biji. Daging buah adalah bagian yang dapat dimakan dan diumpamakanlah ini sebagai jabu/rumah yang banyak berada dalam satu perkampungan.
  3. KETIGA, sekat-sekat pembatas antara buah tersebut diumpamakan sebagai aturan, norma maupun adat istiadat yang mengatur hubungan antar keluarga dalam satu huta/kampung. Demikianlah eratnya hubungan antara sesama seperti rekatnya buah dan sekat pembatasnya.
  4. KEEMPAT, kulit buah nangka yang membungkus seluruh buah diumpamakan sebagai seorang pemimpin / raja yang berkuasa atas satu huta/kampung.
  5. KELIMA, biji buah nangka diumpamakan sebagai orang-orang penduduk kampung hidup secara turun temurun. Sebab kalau biji nangka ditanam dan dirawat akan dapat tumbuh.
  6. KEENAM, getah pohon diumpamakan sebagai (mudar) darah. Seorang ibu akan merasa kesakitan dan mengeluarkan darah pada saat melahirkan/persalinan, demikianlah setiap keturunan Batak dilahirkan, dibesarkan dan dewasa dengan perjuangan dan pengorbanan orang tua/nenek moyangnya. Sehingga tidak boleh sekali-sekali melupakan kesusahan orang tua itu.
  7. KETUJUH, batang kayu pohon nangka terkenal sangat kuat, keras, demikian juga akarnya tertanam banyak dan dalam ke bawah tanah. Inilah sebagai simbol betapa kuat dan teguhnya adat bagi orang Batak.

Banyak lagi kegunaan dari bagian-bagian pohon nangka (bona ni pinasa) yang berguna bagi manusia dan dapat dilambangkan bagi kehidupan bangsa Batak.  

Pada jaman dahulu kala leluhur bangsa batak sering hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal diantaranya untuk mencari lahan pertanian, peperangan antar huta, mencari krhidupan yang lebih layak dan lainnya. Lazimnya kebiasaan mereka bila sudah menempati tempat tinggal baru dan diam disana, mereka menanam pohon nangka (“pinasa”). Itulah sebagai simbol kehidupannya dan termasuk dapat memenuhi beberapa keperluan dari pohon nangka tersebut.

Bila mereka harus meninggalkan tempat tersebut atau dengan kata lain pindah ke tempat lain, suatu hari mereka akan selalu ingat ke huta panuanan ni pinasa tadi. Mereka akan mencari dan menemukan bona ni pinasa itu sudah besar pohonnya dan berbuah banyak. Sehingga timbul lagi keinginan dalam hati untuk tinggal dan diam disana.

Demikianlah leluhur bangsa Batak membuat istilah Bona ni Pinasa sebagai suatu lambang perikehidupan dan kebiasaan untuk dapat dimengerti anak cucu keturunannya.